PENDAHULUAN
Pertemuan Puncak Kota-kota Sanitasi ini diselenggarakan bukan semata-mata hanya dalam rangka mengisi kegiatan awal dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, namun merupakan kebutuhan kita bersama dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan sanitasi bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pada tanggal 22 Oktober 2009, para walikota yang tergabung dalam kota-kota pelaksana ISSDP tahap I dan Tahap II mewakili kota-kota Indonesia yang peduli sanitasi dan memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui pembangunan sanitasi di kawasan perkotaan bersepakat untuk menyatukan gerak dalam pengarusutamaan pembangunan sanitasi di Indonesia dengan membentuk suatu forum yang dinamakan ALIANSI KOTA PEDULI SANITASI (AKOPSI).
Sejalan pula dengan resolusi no 61/192 Sidang Umum PBB tentang penetapan tahun 2008 sebagai “International Year of Sanitation”, maka AKOPSI juga ingin mengambil peran dalam meningkatkan kepedulian tentang pentingnya sanitasi dalam pembangunan kesehatan dan kesejahteraan penduduknya. Kami dari AKOPSI juga memandang penting resolusi ini berkaitan dengan upaya dukungan kita bersama bagi pencapaian sasaran dari MDGs terutama terkait dengan “Penurunan sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015”.
DEKLARASI JAMBI tentang pembentukan Aliansi Kota Peduli Sanitasi Indonesia, sangat didukung oleh semangat serta kesadaran para Walikota yang hadir pada beberapa hal pokok antara lain:
- Bahwa pembangunan sanitasi di Indonesia perlu secara terus menerus disebarluaskan dalam upaya pembangunan perkotaan yang berkelanjutan,
- Bahwa pembangunan sanitasi sangat terkait dengan proses pengentasan kemiskinan sehingga sangat penting guna memicu semangat pro-poor sanitation, sebagaimana terpancar pada Deklarasi Blitar,
- Bahwa pembangunan sanitasi juga perlu dikembangkan sejalan dengan semangat dan dorongan pentingnya peranserta seluruh pemangku kepentingan terutama membangun sanitasi bersama masyarakat, sebagaimana komitmen pada Deklarasi Payakumbuh,
- Bahwa untuk mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan sanitasi secara lebih menyeluruh di seluruh nusantara perlu mengoptimalkan berbagai sumber daya melalui kerjasama antar kot9a-kota yang peduli terhadap pemecahan masalah sanitasi,
- Bahwa pembentukan jaringan kerjasama antar kota-kota yang peduli akan sanitasi diyakini dapat turut membantu secara konkrit upaya pemerintah dalam percepatan pembangunan sanitasi di kawasan perkotaan.
Pelaksanaan Konferensi Sanitasi Nasional ke-II yang diselenggarakan pada bulan Desember 2009, dinilai sebagai momentum bagi percepatan pembangunan sanitasi di Indonesia. KSN yang merupakan satu agenda nasional dalam rangkaian kegiatan pembangunan sanitasi untuk memperkuat sekaligus memperluas komitmen yang telah ada juga dijadikan tonggak bagi AKOPSI untuk memperteguh komitmen para anggota dengan melaksanakan Rapat Kerja Nasional yang pertama.
Melalui Rapat Kerja Nasional pertama tersebut, AKOPSI telah memperkuat basis-basis kegiatan operasionalnya melalui penguatan kelembagaan dengan melengkapi berbagai kelengkapan organisasi, penyiapan rancangan rencana strategis dan rancangan rencana kerjanya dengan membentuk tim-tim kerja dengan harapan semua produk organisasi ini secara operasional nantinya akan sejalan dan mendukung secara paralel dengan langkah langkah strategis pemerintah yang dituangkan dalam program nasional percepatan pembangunan sanitasi permukiman.
STRATEGI SANITASI KOTA DAN INVESTASI
Hampir semua SSK yang telah dihasilkan oleh kota-kota dinilai telah memiliki format sebagaimana yang diperlukan untuk suatu fortofolio investasi sanitasi di daerah. Rencana aksi yang dihasilkan SSK diantaranya dilengkapi dengan kebutuhan pembiayaan yang diperlukan baik yang dapat dianggarkan pemerintah kotanya maupun diusulkan untuk dibiayai dari sumber-sumber lain. Namun suatu hal yang nyata dan menggembirakan adalah adanya upaya peningkatan profil sanitasi pada berbagai kota anggota AKOPSI yang turut didukung oleh peningkatan penganggaran dari APBD masing-masing kota.
Meskipun demikian, mengingat kemampuan anggaran dari masing-masing kota yang masih terbatas, besarnya alokasi belanja sanitasi akan bervariasi dan masih dalam tingkatan yang belum signifikan. Rencana pengembangan yang tertuang dalam SSK dan Rencana Aksi seringkali tidak dapat sepenuhnya dijalankan karena keterbatasan atau minimnya dana yang ada. Terdapat beberapa pemerintah kota terpaksa menunda beberapa rencana aksinya. Pemerintah Kota yang telah menyusun sendiri strategi sanitasinya, harus bekerja keras menemukan cara untuk menembus kendala tersebut. Dana APBD, APBD Provinsi, DAK dan skema pendanaan lain termasuk APBN, nampaknya masih belum cukup untuk mendukung secara penuh target pembangunan sanitasi. Merujuk pada hasil Konvensi Sanitasi Nasional tentang Strategi Sanitasi Perkotaan (April 2009), terkait dengan aspek pendanaan hampir seluruh daerah baik kota, kabupaten dan provinsi nampaknya masih perlu mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat, mengingat adanya keterkaitan dengan aspek kebijakan yang ada.
Aspek kebijakan yang berkaitan dengan pendanaan yang nampaknya perlu segera diimplementasikan adalah upaya meningkatkan DAK yang lebih memadai terutama pada daerah-daerah yang telah menunjukan kinerja pembangunan sanitasinya, kemudian bagaimana agar kebutuhan pendanaan yang ada pada SSK yang komprehensip yang telah dihasilkan secara utuh oleh daerah dapat terakomodasi dalam pelaksanaan RPIJM, sehingga menjadi rujukan yang yang lebih efektif bagi pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah.
Disamping itu mengingat pengalaman kami dengan WASAP D yang tidak mulus sebagaimana yang diharapkan kiranya pembukaan akses kepada sumber-sumber pendanaan, baik yang berasal dari lembaga keuangan dalam negeri, bilateral, maupun multilateral serta pengembangan pola subsidi atau hibah dalam pembangunan sanitasi guna mendorong kontribusi pemerintah daerah perlu mendapat penegasan terutama dari segi mekanismenya agar bisa terimbangi dengan baik oleh proses pengganggaran di daerah.
Terkait dengan hal ini adanya peluang pemanfaatan hibah dari AusAid melalui Infrastructure Enhanchement Grants (IEG), sudah barang tentu kami sambut dengan baik. Ini membuktikan bahwa SSK dapat benar-benar akan menjadi portofolio investasi sanitasi dan menjadi instrument marketing dalam perolehan pembiayaan dari sumber-sumber lain selain dari pemerintah. Namun sekali lagi diharapkan pengalaman WASAP D tidak terulang lagi dan dapat menjadi pembelajaran yang baik agar mekanisme IEG kedepan ini dapat berjalan dengan lancar.
Catatan:
Sambutan Ketua AKOPSI (Bp. dr. H. Rd. Bambang Priyanto) pada acara City Sanitation Summit VII di Bukit Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar